Aset Penerbit

Aset Penerbit

Wakalah: Dasar Hukum, Rukun, Jenis, dan Penerapannya Dalam Asuransi Syariah

Inspirasi

Dalam ranah keuangan dan transaksi Islam, konsep wakalah memegang peran penting sebagai akad pelimpahan kekuasaan. Mekanisme ini memungkinkan seseorang atau pihak (muwakkil) untuk menunjuk pihak lain (wakil) dalam melaksanakan tindakan atau urusan tertentu atas namanya. Sebagai akad pelimpahan kuasa, wakalah memfasilitasi berbagai transaksi dan urusan tanpa perlu kehadiran fisik pihak yang berkepentingan.

Apa itu wakalah?

Menurut bahasa, wakalah berasal dari kata wakala yang artinya melakukan tugas atas nama orang lain atau pendelegasian pekerjaan ke orang lain. Kemudian menurut Istilah, wakalah mengacu pada otorisasi orang lain untuk melakukan transaksi atau pekerjaan apapun atas nama seseorang.

Menurut AAOIFI sharia standards No. 23 (2/1/1), wakalah adalah 'tindakan satu pihak mendelegasikan yang lain untuk bertindak atas namanya dalam apa yang dapat menjadi subjek delegasi. Sementara itu menurut Fatwa DSN No: 10/DSN-MUI/IV/2000, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.

Sedangkan menurut Syekh Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi yang dilansir dari NU Online, mendefinisikan wakalah dengan dua pengertian yang berbeda. Pertama secara bahasa, yaitu penyerahan tanggung jawab. Kedua secara syariat, yaitu memasrahkan sesuatu yang bisa dipindah kepada orang lain.

   وَالْوَكَالَةُ لُغَةً: التَّفْوِيْضُ، وَالْمُرَاعَاةُ، وَالْحِفْظُ. وَشَرْعًا: تَفْوِيْضُ شَخْصٍ أَمْرَهُ إِلىَ آخَرَ فِيْمَا يَقْبَلُ النِّيَابَةَ   

Artinya, “Wakalah secara bahasa adalah penyerahan, perhatian, dan penjagaan. Sedangkan secara syariat, yaitu penyerahan urusan seseorang kepada orang lain dalam hal yang dapat digantikan.” (Hasyiyah I’anatut Thalibin, [Beirut: Darul Kutub Ilmiah, tt], jilid III, halaman 100).  

Kesimpulannya, wakalah adalah memberikan wewenang kepada orang lain untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan oleh dirinya sendiri, namun ia wakilkan kepada orang lain dengan syarat tindakan tersebut memungkinkan untuk diwakilkan. Agar praktek ini menjadi sah, perlu syarat-syarat dan rukun yang harus dipenuhi, baik yang berkaitan dengan pihak yang mewakilkan (muwakkil), maupun pihak yang menerima wakalah (wakil). 

Dasar hukum wakalah

Dalam Islam, dasar hukum wakalah tercantum pada QS. Al-Kahfi ayat 19. Dalam QS. Al-Kahfi ayat 19, dijelaskan bahwa wakalah diperbolehkan. Hal ini juga memiliki kaitan dengan kisah Ashabul Al-Kahfi.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Kahfi ayat 19:

وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَٰهُمْ لِيَتَسَآءَلُوا۟ بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَآئِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا۟ لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا۟ رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَٱبْعَثُوٓا۟ أَحَدَكُم
 بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِۦٓ إِلَى ٱلْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَآ أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا

Artinya: "Dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Salah seorang di antara mereka berkata: sudah berapa lama kamu berada (di sini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang diantara kamu, untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun." (QS. Al-Kahfi:19)

Tidak hanya itu, dasar hukum wakalah juga dijelaskan dalam QS. Yusuf ayat 55. Dalam ayat ini mencoba menjelaskan mengenai Nabi Yusuf ditugaskan menjadi wakil untuk mengemban amanah dalam menjaga urusan ekonomi negeri Mesir. Allah SWT berfirman:

قَالَ ٱجْعَلْنِى عَلَىٰ خَزَآئِنِ ٱلْأَرْضِ ۖ إِنِّى حَفِيظٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (QS. Yusuf: 55)

Kedua ayat menegaskan bahwa pada dasarnya manusia akan membutuhkan wakalah. Mengingat tidak semua manusia memiliki kemampuan untuk menekuni atau menyelesaikan segala urusan mereka.

Selain dalam Al-Quran, dasar hukum wakalah juga dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Urwah Al-Bariqi yang mengatakan bahwa nabi telah memberinya satu dinar untuk membeli domba kurban untuk nabi.

Selain itu, dasar hukum wakalah juga dijelaskan dalam hukum Ijma’, di mana para cendikiawan muslim mengatakan bahwa wakalah diperbolehkan karena termasuk jenis bentuk tolong-menolong (ta’awun) atas dasar kebaikan dan taqwa.

Rukun dan syarat wakalah

Dilansir dari situs resmi NU Online, Syeikh Dr Musthafa Al-Khin, dkk menjelaskan bahwa rukun-rukun yang harus dipenuhi dalam akad wakalah ada 4 (empat), yaitu:

  • orang yang mewakilkan atau muwakkil;
  • orang yang menerima perwakilan atau wakil;
  • lafal wakalah atau sighat; dan
  • sesuatu yang diwakilkan atau muwakkal fih.

 
 لِلْوَكَالَةِ أَرْكَانٌ أَرْبَعَةٌ، هِيَ: الْمُوَكِّلُ وَالْوَكِيْلُ وَصِيْغَةُ الْعَقْدِ، وَالْمُوَكَّلُ فِيْهِ 

Artinya, “Wakalah memiliki empat rukun, yaitu: (1) orang yang mewakilkan; (2) orang yang menerima perwakilan dari muwakkil; (3) lafal akad; dan (4) sesuatu yang diwakilkan.” (Al-Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], jilid VII, halaman 168).

1. Muwakkil

Muwakkil adalah orang yang mewakilkan atau pemberi kuasa yang meminta bantuan kepada orang lain untuk melakukan suatu tindakan atas nama muwakkil. Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh muwakkil adalah:

  • Memiliki kewenangan untuk menggunakan atau untuk melakukan tindakan yang diwakilkan, baik melalui kepemilikan pribadi maupun kewenangan tertentu.
  • Memiliki hak untuk melaksanakan tindakan yang ia izinkan kepada orang lain, dan tindakan tersebut harus dianggap sah oleh syariat.
  • Orang mukalaf atau anak yang mumayiz dalam batas-batas tertentu.

Berdasarkan syarat muwakkil di atas, tidak sah bagi anak kecil, orang gila, dan orang ayan untuk memberikan perwakilan kepada orang lain, karena mereka tidak sah melakukan tasaruf secara langsung menurut syariat. Tidak sah juga orang yang ditangguhkan (mahjur) tasaruf hartanya karena ia tidak memiliki hak memiliki hak untuk menggunakan hartanya secara langsung.

2. Wakil

Wakil adalah orang yang mewakili untuk melakukan suatu tindakan dengan izin mewakili dari muwakkil. Untuk bisa mewakili, seorang wakil harus sah secara syariat untuk melakukan tindakan perwakilan tersebut atau ia merupakan orang yang dibolehkan oleh syariat untuk mewakili orang lain.

Selain itu, orang yang mewakili adalah orang yang berakal sehingga orang yang mengalami gangguan jiwa, idiot, dan anak kecil tidak sah untuk diwakilkan. Namun beberapa ulama menilai anak boleh mewakilkan asal sudah baligh dan menyangkut hal-hal yang ia pahami.

Disyaratkan juga bahwa wakil harus ditentukan secara jelas, sehingga ketika seorang muwakkil mewakilkan sesuatu pada dua orang tanpa menunjuk salah satunya dengan jelas, maka hukumnya tidak sah. Misalnya, seorang muwakkil berkata kepada dua orang, “Aku mewakilkan kepada salah satu dari kalian untuk menjual rumahku.” 

3. Sighat

Sighat adalah lafal atau akad untuk mewakilkan yang terdiri dari serah terima atau ijab qabul. Syarat sighat adalah disampaikan orang yang mewakilkan sebagai tanda kerelaannya untuk mewakilkan dan pihak yang mewakili menerimanya. Hal ini dikarenakan seseorang tidak diperbolehkan bertindak atas hak orang lain kecuali terdapat izin pemiliknya.

Sighat dalam akad wakalah tidak harus berupa ucapan, tulisan atau pesan juga diperbolehkan dalam akad ini. Contoh pernyataan jelas seperti: "Aku mewakilkanmu untuk menjual rumahku." Sedangkan contoh pernyataan kinayah seperti: "Aku menjadikanmu sebagai penggantiku dalam menjual rumahku". Indikasi penerimaan dari wakil. Namun dalam konteks ini, tidak disyaratkan adanya penerimaan secara lisan, dengan tindakan atau perbuatan sudah dianggap cukup.

4. Muwakkal Fih

Muwakkal fih adalah barang, urusan, objek, atau benda yang diwakilkan dalam akad wakalah. Syaratnya adalah hal tersebut bukan tindakan yang tidak baik, harus diketahui persis oleh orang yang mewakilinya, kecuali hal itu diserahkan sepenuhnya kepadanya.

Sesuatu yang diwakilkan berlaku untuk semua akad yang dapat dilakukan oleh manusia untuk ia laksanakan sendiri transaksi atau perbuatannya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, berutang, berhukum, berdamai, syuf'ah, hibah, sedekah, gadai, pinjaman dan meminjam, perkawinan, cerai, dan mengatur harta.

Jenis-jenis akad wakalah

Setelah Anda mengetahui mengenai dasar hukum, rukun, dan syarat wakalah, sekarang saatnya Anda memahami apa saja jenis-jenis akad wakalah. Dilansir dari beberapa sumber, terdapat 3 (tiga) jenis akad wakalah yaitu:

1. Wakalah al-Mutlaqah

Akad ini mewakilkan kepada seseorang secara mutlak, tanpa batas, waktu, dan bisa digunakan ke semua urusan yang dimiliki oleh pemilik kuasa yang sebenarnya.

2. Wakalah al-Muqayyadah

Akad ini dilakukan dengan menunjuk wakil untuk bertindak atas nama pemberi kuasa. Namun, penunjukan ini hanya dilakukan pada urusan yang sudah ditentukan atau hanya untuk satu perbuatan hukum.

3. Wakalah al-Ammah

Pemberian kuasa ini lebih luas namun dibanding wakalah al-Muqayyadah namun lebih sederhana dibanding wakalah al-Mutalaqah. Misalnya, ketika Anda ingin meminta tolong seseorang untuk belikan mobil tanpa memikirkan mereknya.

Akad wakalah dalam asuransi syariah

Praktik akad wakalah di asuransi syariah berupa pemberian kuasa dari peserta asuransi kepada perusahaan asuransi. Praktik ini dikenal juga sebagai wakalah bi al-ujrah. Dalam prakteknya, perusahaan asuransi dapat bertindak sebagai wakil peserta asuransi untuk mengelola risiko atau asuransi.

Nasabah atau peserta asuransi dapat menyetor premi kepada perusahaan asuransi yang kemudian akan diinvestasikan oleh perusahaan sesuai prinsip wakalah untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan dalam penyelesaian klaim atau pembayaran manfaat asuransi jika diperlukan.

Selain itu, telah dijelaskan bahwa wakalah termasuk salah satu jenis bentuk tolong-menolong (ta’awun) atas dasar kebaikan dan taqwa. Hal ini sejalan dengan prinsip saling tolong dan berbagi risiko yang juga dianut oleh asuransi syariah.

Asuransi syariah mengutamakan prinsip gotong royong, di mana peserta saling membantu dalam menanggung risiko. Setiap peserta akan berkontribusi pada dana tabarru’ (dana sumbangan) yang digunakan untuk membantu peserta lain yang terkena musibah, tanpa adanya bunga atau unsur riba. Produk asuransi syariah juga tidak menginvestasikan dana pada sektor-sektor yang dilarang dalam syariah.

Asuransi Mandiri Proteksi Kesehatan Syariah dari AXA Mandiri bisa jadi salah satu produk asuransi yang Anda pilih. Asuransi ini menyediakan perlindungan kesehatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, memberikan manfaat yang jelas dan adil bagi peserta. Dengan adanya asuransi syariah, Anda tidak hanya mendapatkan manfaat kesehatan, tetapi juga merasa tenang karena dapat berpartisipasi dalam sistem ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islami.

Konsultasikan perencanaan finansial Anda dalam memilih produk asuransi dengan Life Planner AXA Mandiri yang akan membantu Anda memahami manfaat asuransi syariah dan memberikan solusi terbaik sesuai dengan kondisi finansial Anda. Kunjungi situs resmi AXA Mandiri atau hubungi 1500803 untuk informasi lebih lanjut.

Sumber:

  • https://islam.nu.or.id/syariah/akad-wakalah-definisi-syarat-rukun-dan-aplikasinya-4zxBs
  • https://www.icdx.co.id/news-detail/publication/apa-itu-wakalah-dan-contohnya-dalam-perbankan-syariah
  • https://www.idntimes.com/life/education/sierra-citra/wakalah-adalah-pengertian-jenis-hukum-syarat-dan-contoh?page=all
  • https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230829131727-561-991814/pengertian-wakalah-dasar-syarat-dan-praktiknya-di-lembaga-keuangan
  • https://voi.id/lifestyle/464843/akad-wakalah-adalah