Common Reporting Standard (“CRS”) adalah standar pelaporan keuangan internasional yang diperkenalkan oleh OECD dan negara-negara G20 untuk pertukaran informasi keuangan otomatis antar negara atau yurisdiksi lain. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, Pertukaran Informasi keuangan secara Otomatis adalah pertukaran informasi berkenaan dengan keperluan perpajakan antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang dilakukan secara berkala pada waktu tertentu, sistematis, dan berkesinambungan yang jenis dan tata cara pertukaran informasinya diatur berdasarkan perjanjian antara negara Indonesia dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
Tujuan utamanya adalah mengatasi masalah perpajakan internasional serta mencegah penghindaran pajak dan pencucian uang. CRS bertujuan meningkatkan transparansi keuangan global dengan mewajibkan negara peserta untuk mengumpulkan dan menukar informasi keuangan dari rekening warga negara asing.
Foreign Account Tax Compliance Act (“FATCA”) adalah undang-undang Amerika Serikat (“AS”) yang mendorong lembaga keuangan luar negeri melaporkan informasi keuangan warga negara AS kepada Internal Revenue Service (“IRS”), sehingga memungkinkan otoritas pajak dan AXA Mandiri Financial Services (“AMFS") mengawasi kepatuhan pajak internasional. Tujuan utama FATCA adalah meningkatkan kepatuhan pajak warga AS yang memiliki aset di luar negeri. Undang-undang ini mewajibkan lembaga keuangan luar negeri untuk melaporkan informasi keuangan warga AS dan menjatuhkan sanksi kepada yang tidak mematuhi. FATCA memiliki dampak global penting dalam pelaporan keuangan internasional dan kerja sama pajak. FATCA khusus untuk wajib pajak AS, sedangkan CRS adalah standar internasional yang lebih luas.
Seperti semua lembaga keuangan, AMFS diminta untuk mengumpulkan sertifikasi diri CRS dan FATCA untuk produk atau kebijakan di dalam ruang lingkup. Jika nasabah tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan, nasabah sepenuhnya harus memahami konsekuensi atas ketidaksediaan memberikan data dan informasi terkait perpajakan tersebut kepada otoritas. AMFS tidak melayani transaksi baru terkait rekening atau polis nasabah dan kami meminta nasabah menyampaikan pernyataan keberatan secara tertulis.
Berdasarkan UU No 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang (“UU No. 9”), setiap lembaga jasa keuangan diwajibkan untuk melaporkan informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Otoritas Jasa Keuangan. Oleh karena itu, AMFS akan meminta nasabah yang memiliki produk dengan fitur investasi (seperti asuransi unit link, asuransi yang memberikan perjanjian pengembalian dana, asuransi dwiguna, asuransi pensiun) atau dengan pengkinian data (seperti pindah ke negara/yurisdiksi lain) untuk menyatakan kewajiban pajak asing yang dimilikinya dengan sertifikasi diri (self-certification).
Sesuai yang diatur dalam UU No. 9 Tahun 2017, AMFS wajib untuk mengidentifikasi yurisdiksi pajak milik nasabahnya. Oleh karena itu terdapat beberapa informasi perlu dimintakan kepada nasabah adalah sebagai berikut:
AMFS meminta nasabah untuk memberikan sertifikasi diri (self-certification). Sertifikasi diri terdapat pada dokumen pembukaan polis, dokumen perubahan finansial atau non finansial lainnya atau dokumen terpisah. dan akan berbeda untuk setiap yurisdiksi dan sesuai dengan nasabah yang merupakan badan atau individu. Formulir Deklarasi Diri akan mencakup informasi mengenai yurisdiksi domisili wajib pajak, nomor identifikasi wajib pajak, dan jenis badan.
Formulir yang digunakan bagi nasabah perorangan dan non-perorangan berbeda. Informasi yang perlu disampaikan berbeda antara nasabah perorangan dan nasabah non-perorangan.
Nasabah harus memberikan sertifikasi diri terkait yurisdiksi perpajakannya pada saat pengajuan penutupan polis dan pada saat terjadi perubahan status perpajakan yang dimiliki oleh nasabah.
Nasabah pre-existing akan diminta sertifikasi diri pada saat terdapat perubahan kondisi seperti perubahan identitas diri, perubahan domisili kewajiban pajak, transaksi finansial, atau perubahan lainnya yang menyebabkan perubahan pada kepemilikan polis.
UU No. 9 Tahun 2017 dan POJK No. 25/POJK.03/2019 mewajibkan AMFS untuk melaporkan informasi nasabahnya yang harus dilaporkan (reportable person) kepada otoritas pajak di mana domisili kewajiban pajak nasabah tersebut berada. Sebagai contoh:
Sesuai dengan POJK 25/POJK.03/2015, AMFS akan melaporkan laporan mengenai informasi Nasabah Asing yaitu:
Domisili wajib pajak seseorang adalah domisili di mana nasabah memiliki kewajiban perpajakan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku pada negara di mana domisili perpajakan tersebut berada.
AMFS dilarang untuk memberikan saran mengenai kewajiban perpajakan yang miliki oleh Nasabah. Oleh karena itu, nasabah disarankan untuk menghubungi konsultan pajak yang kompeten untuk hal ini.
Tax Identification Number atau TIN adalah nomor unik yang pada umumnya dikeluarkan oleh otoritas pajak untuk para nasabah. Sebagian yurisdiksi tidak mengeluarkan nomor tersebut dan sebagian yurisdiksi menerima nomor identifikasi dokumen identitas nasional atau sejenis tanda pengenal unik sebagai dokumen awal yang sah dalam sertifikasi diri.
AMFS harus melaksanakan prosedur uji tuntas (due diligence) untuk mengidentifikasi pemilik akun dan juga pengendali akun yang memiliki domisili wajib pajak di yurisdiksi yang dilaporkan. Sertifikasi diri telah ditentukan menjadi cara terbaik untuk melakukan prosedur ini.
Proses uji tuntas (due diligence) memerlukan dokumen pendukung sebagai pembuktian atas informasi yang disampaikan oleh nasabah. Oleh karena itu keberadaan dokumen pendukung adalah penting sebagai bukti verifikasi atas domisili perpajakan nasabah. dokumen pendukung dapat berupa bukti alamat, salinan paspor, atau dokumen lainnya sebagai bukti.
Setiap pegawai AMFS tidak dapat memberikan saran atau pendapat mengenai status perpajakan milik nasabah. AMFS menyarankan agar nasabah dapat meminta saran atau pendapat dari penasihat perpajakan yang dipercayai oleh nasabah.
Untuk informasi lebih lanjut, nasabah dapat mengakses portal FATA dan CRS di di portal OECD CRS (dalam bahasa Inggris) dan tentang FATCA pada IRS’ FATCA webpage atau dapat meminta pendapat dari penasihat pajak yang dipercayai oleh nasabah atau konsultan pajak.
Laman ini menggunakan cookies untuk memastikan Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Informasi lebih lanjut perihal informasi yang dikumpulkan dan digunakan silakan lihat Kebijakan Cookie dan Kebijakan Privasi