Aset Penerbit

Aset Penerbit

Pembagian Warisan Menurut Islam: Ahli Waris, Ketentuan & Hitungannya! 

Inspirasi

Pembagian warisan menurut Islam adalah salah satu aspek penting dalam hukum Islam yang mengatur bagaimana harta peninggalan seseorang didistribusikan kepada ahli warisnya. Sistem ini dirancang untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh pihak yang terlibat, dengan mempertimbangkan hubungan kekerabatan dan tanggung jawab keluarga.

Dalam urusan pembagian warisan dalam Islam ini, ada beberapa ketentuan dan aturan-aturan dalam mengatur urusan waris yang perlu Anda pahami.

Ahli waris yang berhak mendapatkan harta waris

Dalam rukun waris yang sudah dijelaskan di atas terlihat bahwa warisan baru bisa dibagikan setelah ada seseorang atau beberapa orang yang mewarisi atau (Al-Warits). Oleh karena itu, penting juga bagi Anda untuk mengetahui sebenarnya siapa saja ahli waris yang berhak mendapatkan harta waris yang ditinggalkan tersebut.

Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam telah mengatur penggolongan kelompok ahli waris dalam islam. Dilansir dari Orami.com, penggolongan ahli waris ini dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Ahli waris menurut hubungan nasab yang terdiri dari:

  • Golongan laki-laki, yaitu ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan juga kakek.
  • Golongan perempuan, yaitu ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan juga nenek.

2. Ahli waris menurut hubungan perkawinan yang terdiri dari janda (istri mayit) ataupun duda (suami mayit).

Apabila semua kelompok waris tersebut masih ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda dengan urutan ahli waris seperti berikut:

  • Anak laki-laki
  • Anak perempuan
  • Ayah
  • Ibu
  • Paman
  • Kakek
  • Nenek
  • Saudara laki-laki
  • Saudara perempuan
  • Janda (istri mayyit)
  • Duda (suami mayyit)

Selain itu, dilansir dari sumber yang sama terdapat juga  penggolongan kelompok ahli waris dari segi pembagian dalam hukum waris Islam yang dibagi menjadi 3 (tiga) kategori seperti:

1. Kelompok ahli waris Dzawil Furudh, merupakan kelompok ahli waris yang pasti mendapatkan waris dan terdiri dari anak perempuan, ayah, ibu, istri (janda), suami (duda), saudara laki-laki atau saudari perempuan seibu, dan saudara perempuan kandung (seayah).

2. Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan pembagiannya, kelompok yang terdiri dari beberapa golongan seperti:

  • Anak laki-laki dan keturunannya.
  • Anak perempuan dan keturunannya (bila bersama anak laki-laki).
  • Saudara laki-laki bersama saudara wanita (bila pewaris tidak memiliki keturunan dan ayah).
  • Kakek dan nenek.
  • Paman dan bibi (baik dari pihak ayah maupun ibu, dan keturunannya).

3. Kelompok ahli waris pengganti, kelompok ahli waris ini d atur dalam Pasal 185 hukum waris Islam Kompilasi Hukum Islam. Kelompok ahli waris ini merupakan kelompok ahli waris mengalami peristiwa kematian lebih dahulu dari pewarisnya, sehingga kedudukannya bisa digantikan oleh:

  • Anak dari ahli waris (kecuali orang yang terhalang hukum).
  • Keturunan dari saudara laki-laki/perempuan sekandung.
  • Nenek dan kakek dari pihak ayah.
  • Nenek dan kakek dari pihak ibu.
  • Bibi dan paman serta keturunannya, dari pihak ayah (bila tidak ada nenek dan kakek dari pihak ayah).

Ketentuan pembagian warisan menurut islam

Islam merupakan salah satu agama yang memiliki aturan dan ketentuan yang jelas mengenai masalah warisan. Aturan tersebut bersumber dari  Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, serta ijtihad para ulama. Lalu bagaimana aturan dan ketentuan pembagian warisan dalam Islam?

Dalam islam, warisan memiliki beberapa rukun yang harus dipenuhi, di mana jika salah satu rukun tidak dipenuhi, maka harta waris tidak bisa dibagikan kepada para ahli waris. Menurut Dr. Musthafa Al-Khin, ada 3 (tiga) rukun waris dalam hukum Islam yaitu:

  1. Orang yang mewariskan (Al-Muwarrits): Orang yang telah meninggal dunia yang berhak mewariskan harta bendanya.
  2. Orang yang mewarisi (Al-Warits): Orang yang memiliki ikatan kekeluargaan dengan  orang yang meninggal berdasarkan sebab-sebab yang menjadikannya sebagai orang yang bisa mewarisi.
  3. Harta warisan (Al-Mauruts): Harta benda yang ingin diwariskan karena ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia setelah peristiwa kematiannya.

Selain harus memenuhi rukun waris, islam juga mengatur bagian masing-masing ahli waris dalam pembagian warisan. Berikut ketentuan pembagian warisan menurut Islam:

  • 1 anak perempuan mendapat ½ jika seorang diri (anak tunggal).
  • 2 atau lebih anak perempuan mendapat ⅔ untuk bersama-sama.
  • Anak perempuan dan anak laki-laki mendapat 2:1, yaitu 2 untuk laki-laki dan 1 untuk perempuan.
  • Ayah mendapat ⅓  atau ⅙ bila ada atau tidak ada keturunan.
  • Ibu mendapat ⅙ atau ⅓ bila ada keturunan atau saudara dengan jumlah 2 atau lebih atau bila tidak ada keduanya.
  • Ibu mendapat ⅓  sisa dari duda atau janda bila bersama dengan ayah.
  • Duda mendapat ½ bila tidak ada keturunan atau ¼ bila ada keturunan.
  • Janda ¼ bila tidak ada keturunan atau ⅛ bila ada keturunan.
  • Saudara laki-laki dan perempuan Seibu mendapat ⅙ atau ⅓. Jika tidak ada keturunan dan ayah.
  • Saudara Kandung Seayah mendapat ½ atau ⅔ bila sendiri atau bila jumlah 2 atau lebih bersama-sama.
  • Saudara laki-laki Seayah mendapat 2:1 dengan saudara perempuan.
  • Pengganti mendapat tidak melebihi dari ahli waris yang digantikan.

Pada masa jahiliyyah, pembagian warisan hanya berlaku pada laki-laki saja. Sedangkan untuk anak yang belum dewasa, anak perempuan atau kaum perempuan tidak berhak mendapat warisan.

Namun setelah Islam datang, pembagian warisan tidak lagi membedakan antara ahli waris anak-anak, perempuan, dan orang dewasa dalam memperoleh hak-haknya untuk menerima warisan. Dalam surat An Nisa ayat 11 telah diatur mengenai pembagian warisan dalam Islam, khususnya tentang bagian laki-laki dan perempuan. Berikut aturan dan ketentuannya.

1. Hak waris anak perempuan

Bila anak perempuan tunggal, maka hak waris anak yang didapatkannya adalah setengah. Namun apabila memiliki 2 atau lebih anak perempuan, maka secara bersama mendapatkan ⅔ bagian untuk digunakan bersama.

Jika pewaris memiliki anak perempuan dan juga anak laki-laki, maka anak laki-laki mendapatkan bagian warisan 2 kali lipat dari masing-masing anak perempuan.

2. Hak waris anak laki-laki

Hak waris anak laki-laki memiliki bagian lebih besar dibandingkan anak perempuan, yaitu 2 kali lipat lebih besar. Namun jika anak laki-laki itu anak tunggal, maka bagiannya menjadi setengah dari jumlah warisan pewaris (ayahnya).

3. Hak waris anak sambung

Hak waris anak tiri pada dasarnya secara hukum memiliki hubungan dengan perkawinan baru yang sah oleh ayah atau ibunya. Hak waris anak tiri dalam hukum waris Islam tidak secara langsung tergolong sebagai ahli waris karena tidak terdapat sebab mewarisi (asbabul miirats).

Alasan pembagian harta waris lebih besar untuk laki-laki

Sistem pembagian warisan dalam Islam bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan keadilan. Keadilan berarti mempertimbangkan berbagai aspek untuk memberikan hak sesuai tanggung jawab dan kebutuhan masing-masing individu.

Dalam islam, laki-laki mendapatkan bagian 2 kali lipat dibandingkan perempuan, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 11:

"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia anak perempuan seorang saja, maka dia memperoleh separuh harta. Dan untuk kedua orang tuanya, masing-masing mendapat seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia mempunyai anak..." (QS. An-Nisa: 11).

Bagi sebagian orang, aturan ini mungkin terasa tidak adil. Namun, untuk memahaminya, Anda perlu melihat konteks tanggung jawab yang diberikan oleh laki-laki dan perempuan dalam Islam.

Dalam sistem sosial Islam, laki-laki memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam hal finansial. Seorang laki-laki bertanggung jawab atas nafkah keluarganya, baik itu istri, anak-anak, maupun orang tua jika mereka masih membutuhkan dukungan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

"Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas mereka." (HR. Bukhari dan Muslim).

Artinya, meskipun laki-laki menerima bagian warisan yang lebih besar, beban pengeluaran mereka juga jauh lebih banyak. Sebaliknya, perempuan dalam Islam memiliki hak untuk menyimpan dan menggunakan hartanya sesuai keinginan tanpa kewajiban untuk menanggung beban finansial keluarga.

Misalnya, jika seorang perempuan menerima warisan, ia tidak diwajibkan menggunakan uang tersebut untuk keperluan rumah tangga. Hal ini memberikan perempuan kebebasan finansial yang jarang ditemukan dalam sistem hukum lainnya.

Jika bandingkan dengan konteks masa kini, aturan ini tetap relevan karena prinsip dasarnya tidak berubah. Di mana pembagian warisan didasarkan pada tanggung jawab sosial dan kebutuhan. Meskipun perempuan dan laki-laki memiliki hak yang berbeda, ini bukan berarti salah satu lebih rendah daripada yang lain. Sebaliknya, pembagian ini mencerminkan keadilan yang proporsional.

Sayangnya, aturan pembagian waris dalam islam ini seringkali mendapat kritik dan dianggap tidak lagi relevan karena perempuan masa kini juga bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Namun, penting untuk diingat bahwa hukum Islam tidak hanya berfokus pada kondisi individu, namun juga mempertimbangkan dinamika sosial secara keseluruhan.

Dalam banyak kasus, perempuan yang bekerja tetap tidak diwajibkan untuk menanggung beban finansial keluarga. Sebaliknya, laki-laki tetap memiliki tanggung jawab tersebut, terlepas dari apakah istrinya memiliki penghasilan atau tidak. 

Islam menetapkan aturan yang jelas dalam pembagian warisan untuk mencegah konflik yang dapat merusak harmoni keluarga. Ketika aturan ini dipatuhi, setiap anggota keluarga mengetahui hak dan kewajibannya, sehingga potensi perselisihan dapat diminimalkan. Rasulullah SAW bersabda:

"Pelajarilah ilmu faraidh (ilmu waris) dan ajarkanlah kepada orang lain, karena ia adalah separuh dari ilmu." (HR. Ibnu Majah).

Namun, dalam prakteknya, pelaksanaan hukum waris ini membutuhkan pemahaman yang mendalam dan penerimaan dari semua pihak. Pembagian warisan dalam Islam bukanlah soal angka semata, melainkan soal tanggung jawab, kebutuhan, dan keseimbangan. Dengan memberikan porsi yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan, Islam sebenarnya sedang menegaskan prinsip keadilan, bukan mendiskriminasi salah satu pihak.

Orang yang tidak berhak mendapatkan harta waris

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang tidak berhak menerima waris. Baik dalam hukum Islam, hukum adat, maupun KUHPerdata. Penyebab ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum atau moralitas. Dilansir dari PINA, berikut beberapa orang yang tidak berhak mendapatkan harta waris.

1. Melakukan tindak kejahatan terhadap pewaris

Dalam semua sistem hukum, pelaku tindak kejahatan terhadap pewaris tidak berhak mendapatkan bagian warisan. Misalnya:

  • Membunuh pewaris dengan sengaja untuk mempercepat pewarisan.
  • Melakukan tindakan yang merugikan pewaris seperti penipuan atau pemalsuan surat wasiat.

Dalam hukum waris Islam, hal ini juga dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW: “Orang yang membunuh tidak berhak mewarisi.” Oleh karena itu, tindakan kriminal terhadap pewaris akan secara otomatis menggugurkan hak waris.

2. Memutus hubungan kekeluargaan

Menjaga hubungan kekeluargaan adalah hal yang sangat penting dalam konteks warisan. Jika seseorang memutuskan hubungan dengan pewaris seperti tidak mengakui pewaris sebagai keluarga, ia bisa kehilangan hak warisnya. Dalam beberapa kasus, hal ini juga diputuskan oleh pengadilan.

3. Berbeda agama dengan pewaris

Dalam hukum waris Islam, salah satu syarat agar seseorang dapat menerima warisan adalah memiliki kesamaan agama dengan pewaris. Hal ini didasarkan pada prinsip syariah yang menyebutkan bahwa “Seorang Muslim tidak mewarisi non-Muslim, dan non-Muslim tidak mewarisi Muslim.”

Namun, jika pewaris ingin memberikan harta kepada ahli waris yang berbeda agama, hal ini dapat dilakukan melalui hibah (pemberian) yang diatur sebelum pewaris meninggal.

4. Tidak sah sebagai ahli waris

Hukum waris memiliki aturan ketat tentang siapa yang sah menjadi ahli waris. Misalnya, anak yang lahir di luar perkawinan yang sah mungkin tidak dianggap sebagai ahli waris secara hukum. Dalam KUHPerdata, anak-anak ini hanya berhak atas bagian tertentu dari harta peninggalan.

5. Meninggal dunia sebelum pewaris

Hak waris seseorang juga gugur jika ia meninggal dunia sebelum pewaris. Misalnya, seorang anak yang seharusnya mewarisi harta dari orang tuanya tetapi meninggal terlebih dahulu. Dalam kasus ini, hak waris mungkin beralih kepada keturunannya, tergantung pada hukum yang berlaku.

6. Mengabaikan kewajiban kepada pewaris

Mengabaikan kewajiban kepada pewaris seperti tidak merawat orang tua yang sudah tua atau meninggalkan pewaris dalam kesulitan. Kondisi ini sering diputuskan berdasarkan kebijaksanaan keluarga atau hukum adat.

Cara menghitung pembagian warisan dalam islam

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah contoh kasus dan cara menghitung pembagian warisan dalam islam yang bisa Anda perhatikan.

Pak Rudi meninggal dunia meninggalkan ahli waris yang terdiri dari ayahnya, ibunya, istrinya, serta dua anaknya, yaitu Rian (laki-laki) dan Rina (perempuan).

Pembagian harta warisannya akan dilakukan sebagai berikut:

Ayah, ibu, dan istri Rudi adalah ahli waris dzulfaraidh yang bagian warisannya sudah ditentukan oleh hukum. Karena Rudi memiliki anak, maka:

  • Ayah dan ibu Budi masing-masing mendapatkan 1/6 bagian dari harta.
  • Istri Budi mendapatkan 1/8 bagian dari harta.

Setelah bagian tersebut diambil, sisanya akan dibagikan kepada anak-anak Rudi sebagai ahli waris dzulqurabat (ashabah). Dalam hal ini, anak laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari anak perempuan.

Perhitungan:

Misalkan total harta Rudi adalah satu kesatuan:

  • Setengah dari harta Budi dianggap = 1 untuk memudahkan perhitungan.
  • Ayah dan ibu masing-masing mendapat ⅙ dari setengah harta, atau ⅙ x ½ = 1/12 (diubah menjadi 8/96).
  • Istri mendapat ⅛ dari setengah harta, atau ⅛ x ½ = 1/16 (diubah menjadi 6/96).
  • Total harta yang dibagikan kepada ahli waris dzulfaraidh = 8/96 + 8/96 + 6/96 = 22/96.

Sisanya, yaitu: 1 - 22/96 = 74/96 bagian dibagikan kepada Rian dan Rina dengan perbandingan 2:1:

  • Rian = 2/3 x 74/96 = 49.33/96 (dibulatkan menjadi 49/96).
  • Rina = 1/3 x 74/96 = 24.67/96 (dibulatkan menjadi 25/96).

Ringkasan Bagian:

  • Ayah = 8/96
  • Ibu = 8/96
  • Istri = 6/96
  • Rian = 49/96
  • Rina = 25/96

Total = 8/96 + 8/96 + 6/96 + 49/96 + 25/96 = 96/96 = 1 (semua harta telah terbagi dengan adil).

Uang tunai,  aset terbaik yang bisa diberikan kepada ahli waris

Uang tunai menjadi salah satu aset terbaik yang bisa Anda berikan kepada ahli waris. Uang tunai adalah aset yang paling sederhana untuk ditransfer dan dipindahtangankan kepada ahli waris.

Ahli waris bisa langsung mengetahui berapa nilainya, dapat dibagikan dengan mudah sesuai ketentuan dalam wasiat, dan tidak perlu bekerja keras untuk mengaksesnya. Berbeda dengan properti seperti real estate, yang bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk dijual.

Selain dalam bentuk uang tunai, Anda juga bisa menyiapkan asuransi jiwa yang nantinya dapat memberikan perlindungan dari berbagai risiko kehidupan ketika terjadi risiko meninggal dunia. Selain itu, asuransi jiwa juga dapat memberikan kemudahan bagi ahli waris, karena klaim asuransi yang diberikan berupa uang tunai yang nantinya bisa digunakan ahli waris sesuai dengan kebutuhan mereka, baik untuk membeli emas, properti, deposito, atau produk investasi lainnya.

Dengan memahami beberapa hal penting terkait pembagian warisan dalam Islam, Anda dapat menyadari betapa pentingnya perencanaan keuangan yang matang, terutama dalam mempersiapkan diri menghadapi ketidakpastian masa depan. Di sinilah peran asuransi menjadi relevan. Dengan memiliki asuransi, Anda dapat merencanakan masa depan dengan lebih baik demi memenuhi kebutuhan finansial keluarga dan mengurangi potensi konflik di antara ahli waris.

Salah satu cara merencanakan masa depan dengan harta waris adalah dengan mendaftarkan diri ke dalam asuransi jiwa, seperti Asuransi Mandiri Ultimate Legacy. Asuransi Mandiri Ultimate Legacy merupakan asuransi jiwa hingga usia 100 tahun dengan perlindungan sampai dengan 350% Uang Pertanggungan. Produk ini memberikan Manfaat Asuransi berupa Manfaat Meninggal Dunia, Manfaat Booster Uang Pertanggungan, dan Manfaat Meninggal Dunia karena Kecelakaan, dengan pilihan Masa Pembayaran Premi yang fleksibel dan singkat yaitu sekaligus, 2 tahun, atau 5 tahun.

Dengan mendaftarkan diri ke dalam Asuransi Mandiri Ultimate Legacy, Anda akan mendapatkan uang pertanggungan hingga 18x total premi yang dibayarkan atau minimal Rp2 Miliar yang nantinya bisa diwariskan ke ahli waris dan keluarga Anda dalam bentuk uang tunai, sehingga kualitas hidup keluarga tidak terhenti meskipun terjadi risiko kehidupan di kemudian hari.

Konsultasikan perencanaan finansial Anda dengan Life Planner AXA Mandiri yang akan membantu Anda memahami manfaat asuransi dan memberikan solusi terbaik sesuai dengan kondisi finansial Anda. Kunjungi situs resmi AXA Mandiri atau hubungi 1500803 untuk informasi lebih lanjut.

Sumber:

  • https://www.orami.co.id/magazine/hak-waris-anak?page=all 
  • https://kumparan.com/skyyblauw/memahami-aturan-islam-mengapa-laki-laki-mendapat-bagian-waris-lebih-besar-24EidDlqFZf/full
  • https://pina.id/artikel/detail/berbagai-penyebab-seseorang-tidak-dapat-waris-bnlchsrr6k4
  • https://axa-mandiri.co.id/-/apa-itu-warisan
  • https://dapenbri.co.id/tiga-aset-terbaik-untuk-diwariskan/