Penyakit Alzheimer: Gejala, Penyebab, dan Cara Penanganannya!
Penyakit Alzheimer adalah bentuk demensia paling umum dan kini semakin menjadi perhatian serius di Indonesia. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit Online Kementerian Kesehatan, angka Alzheimer pada 2021-2023 tercatat sekitar 83.500 pasien yang menjalani rawat jalan dan 2.400 pasien yang rawat inap. Bukan hanya itu, lembaga Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperkirakan jumlah penderita Alzheimer di Tanah Air mencapai sekitar 1,2 juta orang.
Lebih menegaskan kekhawatiran, Alzheimer’s Disease International (ADI) dan Alzheimer Indonesia (Alzi) memprediksi jumlah orang dengan demensia, termasuk Alzheimer akan meroket menjadi hampir 4 juta pada tahun 2050. Lonjakan ini tidak lepas dari dua faktor utama yaitu peningkatan harapan hidup dengan jumlah lansia yang kian banyak, serta kesadaran dan deteksi dini yang masih sangat rendah di masyarakat.
Penyakit Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia yang ditandai dengan kerusakan sel otak yang progresif dan mengakibatkan gangguan memori, berpikir, dan perilaku. Meski sering dikaitkan dengan lanjut usia (lansia), Alzheimer bukanlah bagian dari proses penuaan yang normal, meskipun risiko Alzheimer lebih tinggi pada lansia di atas 65 tahun.
Prevalensi penyakit demensia Alzheimer di Indonesia sendiri sekitar 27,9%, dengan lebih 4,2 juta penduduk Indonesia menderita demensia. Meskipun Demensia Alzheimer tidak secara langsung menyebabkan kematian, namun penyakit ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap komplikasi lain, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian seseorang.
Menurut Dr. Alois Alzheimer (penemu demensia Alzheimer tahun 1906), demensia Alzheimer terjadi karena adanya 2 struktur penyebab kerusakan sel saraf, yaitu plaques (deposisi protein amiloid beta pada sekitar sel saraf) dan tangles (serabut protein Tau yang menjerat sel saraf otak). Adanya gangguan komunikasi antar sel saraf ini dapat berujung pada kematian sel saraf.
Dilansir dari Media Indonesia, hingga saat ini terdapat 75% dari penderita demensia yang tidak terdiagnosis. Padahal, dengan diagnosis yang tepat waktu, orang yang hidup dengan demensia dapat mengakses dukungan pascadiagnosis agar dapat hidup dengan baik, berkualitas dan mandiri dengan kondisi tersebut lebih lama.
Agar Anda atau keluarga bisa mendapatkan penanganan yang tepat, tentu Anda perlu waspadai gejalanya. Dilansir dari beberapa sumber, berikut beberapa gejala dan ciri-ciri penyakit Alzheimer yang perlu Anda ketahui.
Suka lupa alias pikun menjadi gejala khas yang menjadi tanda awal penyakit Alzheimer, dan biasanya muncul di usia muda. Orang dengan penyakit Alzheimer akan mengalami gejala ini dengan frekuensi yang tidak wajar. Contohnya, mudah tersesat dan tidak ingat jalan pulang, melupakan informasi yang baru saja diterima, sering lupa tanggal penting, nama orang, ataupun acara penting. Kadang juga disertai dengan kebiasaan menanyakan informasi yang sama berulang-ulang.
Ciri khas penyakit Alzheimer di usia muda adalah sulit berkonsentrasi dan berpikir, terutama terkait konsep-konsep abstrak seperti angka. Penderita biasanya sulit melakukan lebih dari satu tugas sekaligus. Misalnya, mengelola keuangan sambil mencatat pada buku kas. Pada akhirnya, penderita Alzheimer usia muda tidak mampu memahami dan mempelajari angka akibat sulit berkonsentrasi.
Penyakit Alzheimer juga bisa menyebabkan penurunan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam situasi sehari-hari. Sebagai contoh, mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan cuaca dan tidak mampu mengatasi makanan yang terbakar di atas kompor. Kondisi ini memerlukan penanganan khusus untuk mencegah gejala penyakit yang semakin parah, misalnya dengan terapi stimulasi kognitif.
Orang dengan Alzheimer dapat mengalami perubahan mood yang ekstrem seperti menjadi linglung, mudah tersinggung, sedih, depresi, cemas, dan penuh rasa takut. Penderita Alzheimer juga bisa membuat kehilangan minat untuk berbicara dengan orang lain dan melakukan hobi yang mereka sukai.
Penyakit Alzheimer di usia muda bisa menimbulkan gejala kesulitan berbahasa dan komunikasi. Kondisi ini melibatkan kesulitan dalam menemukan kata yang tepat untuk diutarakan dan kesulitan ketika harus memulai dan mengikuti percakapan dengan orang lain. Percakapan jadi tidak nyambung dan bisa tiba-tiba berhenti di tengah cerita ataupun lupa untuk mengakhiri sebuah kalimat.
Meskipun jarang terjadi, penderita Alzheimer di usia muda sering mengalami kesulitan dalam memahami visuospasial. Misalnya, membedakan warna, mengukur jarak, dan tidak mengenali wajah sendiri di cermin. Penyebab kondisi ini adalah karena kerusakan lobus oksipital yang berperan penting dalam memproses informasi visual.
Penderita Alzheimer cenderung mudah terganggu oleh suara-suara tertentu seperti suara musik yang terlalu keras atau banyak orang berbicara pada saat bersamaan. Kondisi ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan meningkatkan risiko gejala yang semakin parah. Penderita Alzheimer sebaiknya menghindari kebisingan agar tidak memicu masalah kesehatan lainnya.
Lupa menaruh barang menjadi salah satu ciri-ciri penyakit Alzheimer di usia muda. Bahkan, penderita sering kali menuduh orang lain mencuri atau menyembunyikan barang tersebut. Pada kenyataannya, merekalah yang biasanya meletakkan barang tersebut tidak pada tempatnya.
Aktivitas yang familier bisa menjadi sulit untuk dilakukan oleh penderita Alzheimer. Ini merupakan gejala penyakit Alzheimer yang tidak boleh diabaikan. Misalnya, kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan yang biasanya dilakukan setiap hari seperti kesulitan dalam mengendarai mobil padahal lewat rute yang sama setiap harinya.
Penderita Alzheimer biasanya juga akan mengalami kesulitan dalam merencanakan dan mengikuti suatu rencana. Mereka juga sulit berkonsentrasi saat mengerjakan tugas yang rinci dan melibatkan banyak angka. Selain itu, mereka juga seringkali kebingungan ketika diminta untuk membuat keputusan, bahkan keputusan sederhana seperti “Kopinya mau pakai gula apa tidak?”. Di samping itu, mereka juga kesulitan merawat diri sendiri dan menjaga kebersihan diri. Sebagai contoh, mereka menjadi jarang mandi dan ganti baju.
Gejala lainnya yang mungkin dirasakan penderita penyakit Alzheimer adalah mudah kebingungan atau mengalami disorientasi terhadap waktu dan tempat. Mereka bisa lupa di mana mereka berada sekarang, bagaimana cara mencapai tempat itu tadi, dan mengapa mereka pergi ke tempat itu. Mereka juga mungkin terbangun pukul 3 subuh dan langsung siap-siap mau mandi karena mengira sudah jam 6 pagi.
Penyebab pasti dari penyakit Alzheimer hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Namun, terdapat teori yang mengatakan bahwa kondisi ini dapat terjadi karena penumpukan protein amiloid dan protein tau di dalam otak. Penumpukan protein ini dapat mengganggu kinerja sel-sel saraf (neuron) di otak dan menyebabkan kematian pada sel-sel otak.
Kondisi ini dapat berlangsung dalam jangka panjang, sehingga menyebabkan otak kehilangan kemampuannya dalam mengingat, berbahasa, mengendalikan pikiran, dan pada akhirnya kehilangan kemampuan untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Dilansir dari beberapa sumber, berikut beberapa penyebab dan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko penyakit Alzheimer.
Sering lupa di usia muda bisa terjadi karena adanya riwayat penyakit keluarga. Misalnya, memiliki orang tua atau kakek-nenek yang mengidap Alzheimer. Namun, kebanyakan penderita Alzheimer di usia muda, penyebabnya tidak terkait dengan gen tertentu. Kondisi ini membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara Alzheimer pada usia muda, dan riwayat penyakit.
Penyakit Alzheimer jarang menyerang usia muda, namun kondisi ini bisa saja terjadi apabila terdapat mutasi genetik yang diwariskan dari orang tua ke anak. Gen ini terdiri dari 3 jenis yang berbeda, seperti APP, PSEN1, atau PSEN2. Penderita yang mengalami mutasi genetik setidaknya memiliki salah satu salinan gen yang sama sehingga memicu penyakit Alzheimer sebelum usia 65 tahun.
Demensia frontotemporal disebabkan oleh kerusakan pada lobus di bagian depan atau samping otak. Kondisi ini lebih umum terjadi pada usia muda dibandingkan dengan lansia. Demensia frontotemporal sering didiagnosis pada orang berusia antara 45 dan 65 tahun. Gangguan ini bisa meningkatkan risiko terjadinya Alzheimer di usia muda.
Orang yang mengidap down syndrome (trisomi 21) juga berisiko mengalami Alzheimer pada usia muda. Hal ini berkaitan dengan gen pada kromosom 21 yang juga terlibat dalam produksi protein beta amiloid di otak.
Gangguan kognitif ringan adalah penurunan dalam daya ingat dan kemampuan berpikir jika dibandingkan dengan kognitif orang sebayanya. Namun, gangguan ini tidak akan mengganggu fungsi seseorang dalam kehidupan sosial maupun pekerjaan. Orang yang menderita gangguan kognitif ringan akan memiliki risiko tinggi untuk terkena Alzheimer yang berujung pada demensia.
Gaya hidup dan kondisi yang berisiko tinggi menyebabkan penyakit jantung, seperti obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol, terbukti menyebabkan seseorang berisiko lebih tinggi untuk terkena Alzheimer. Oleh karena itu, mengganti gaya hidup, misalnya dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan berolahraga rutin, juga dapat menurunkan risiko terjadinya Alzheimer.
Penyakit Alzheimer memang tidak bisa sepenuhnya dicegah karena faktor usia dan genetik berperan besar dalam berkembangnya penyakit. Namun, gaya hidup sehat dapat menurunkan risiko atau menunda gejala Alzheimer. Dilansir dari RS Pondok Indah, berikut beberapa hal-hal penting yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko Alzheimer pada lansia:
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan faktor yang dapat memicu penyakit Alzheimer. Oleh sebab itu, penting untuk menjaga tekanan darah Anda agar tetap stabil. Rutinlah berobat dan meminum obat darah tinggi sesuai anjuran dokter. Perhatikan juga kadar kolesterol, terutama kadar LDL. Sebab, menurut hasil riset, kolesterol tinggi dapat memicu penumpukan salah satu jenis protein di otak yang menjadi pemicu Alzheimer.
Obesitas dan diabetes tipe 2 juga dapat meningkatkan risiko Alzheimer sampai satu setengah kali lipat. Oleh sebab itu, pastikan untuk menjaga pola hidup dan pola makan yang baik untuk menghindari penyakit Alzheimer.
Orang yang rutin berolahraga memiliki volume bagian otak tertentu yang lebih besar dibanding yang jarang bergerak. Untuk lansia, olahraga teratur selama minimal 30 menit sebanyak 5 kali dalam seminggu dapat membantu mengurangi risiko Alzheimer.
Agar terhindar dari Alzheimer, Anda tetap terus belajar hal baru sampai hari tua untuk melatih kemampuan otak. Hal ini dapat membantu mengurangi risiko penyakit Alzheimer secara signifikan. Cobalah mulai dengan membaca buku setiap hari dan belajar ilmu-ilmu baru yang menarik bagi Anda, misalnya mencoba memasak, belajar ilmu berkebun, dan lainnya.
Hentikan kebiasaan buruk seperti merokok dan minum alkohol. Kedua hal ini diduga terkait dengan perkembangan penyakit Alzheimer pada lansia.
Perhatikan faktor-faktor risiko lingkungan, polusi udara, dan penggunaan pestisida. Selain itu, bagi Anda para perokok pasif, waspadalah dan hindari paparan asap rokok sebaik mungkin.
Waspada dengan penyakit-penyakit yang dapat meningkatkan risiko Alzheimer seperti stroke, kalsifikasi arteri koroner jantung, penebalan arteri karotis di leher, hingga cedera kepala berat yang membuat kesadaran menurun hingga 30 menit atau lebih.
Depresi dan stres berlebihan seringkali berhubungan dengan Alzheimer. Keduanya ibarat telur dan ayam, mana yang lebih dahulu terjadi seringkali sulit ditentukan.
Makanan yang sehat juga memengaruhi kesehatan otak. Misalnya, makanan ala mediterania yang berupa biji-bijian utuh, buah dan sayur, ikan, kacang-kacangan, minyak zaitun, serta batasi konsumsi daging merah.
Jika mengalami beberapa gejala seperti yang disebutkan di atas, maka Anda disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter spesialis saraf agar dapat dilakukan pemeriksaan dan penanganan sejak dini. Jika ada indikasi Alzheimer, dokter akan memberikan pengobatan untuk memperlambat berkembangnya penyakit. Karena hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang secara khusus dapat menyembuhkan atau mengatasi penyakit Alzheimer.
Di samping itu, dokter biasanya juga meresepkan obat penenang untuk pasien, seperti obat antipsikotik, antidepresan, dan anticemas. Obat-obatan ini akan diberikan kepada pasien dengan gejala agitasi, agresi, depresi, gelisah, dan halusinasi.
Pemberian obat-obatan ini bisa membantu mengurangi gejala dan mencegah keparahan kondisi penderita Alzheimer di usia muda selama beberapa bulan sampai tahun. Pasalnya, jika tidak segera ditangani penyakit Alzheimer dapat menyebabkan komplikasi seperti:
Oleh karena itu, penting untuk mulai menerapkan gaya hidup sehat untuk mengurangi gejala penyakit Alzheimer, terutama saat kita masih di usia muda. Selain itu, pertimbangkan juga untuk mendaftarkan diri Anda ke dalam asuransi kesehatan untuk melindungi diri Anda dan keluarga dari risiko finansial akibat berbagai penyakit kritis di kemudian hari yang bisa disebabkan karena kondisi Alzheimer itu sendiri.
Anda bisa mendaftarkan diri Anda dan keluarga ke dalam Asuransi Mandiri Secure CritiCare. Dengan asuransi ini, Anda dan keluarga bisa mendapatkan perlindungan dari berbagai penyakit kritis stadium awal hingga akhir seperti serangan jantung, kanker, gagal ginjal, hingga stroke yang mungkin menjadi risiko penyakit yang diakibatkan dari gejala Alzheimer. Selain itu, Asuransi Mandiri Secure CritiCare juga memberikan manfaat perlindungan jiwa hingga 250% uang pertanggungan asuransi dasar.
Konsultasikan perencanaan finansial Anda dalam memilih produk asuransi dengan Life Planner dan Financial Advisor AXA Mandiri yang akan membantu Anda memahami manfaat asuransi dan memberikan solusi terbaik sesuai dengan kondisi finansial Anda. Kunjungi situs resmi AXA Mandiri atau hubungi 1500803 untuk informasi lebih lanjut.
Sumber: